Konsorsium rekanan terdiri dari : Direktorat EWS, PT. PIN, PT. Geoys dan
PT. Metra dengan PT. TELKOM sebagai penanggungjawab utama. Khusus untuk
pelaksanaan proyek ini, sesuai dengan peraturan internal PT. Telkom,
Arif Yahya sebagai Direktur EWS TIDAK PUNYA kewenangan transaksional.
Kewenangan diberikan pada unit bisnis Dit EWS yaitu EGM Dives dengan
limit maksimum transaksi Rp. 25 Milyar.
Kewenangan pengadaan di
atas Rp. 25 milyar sesuai kententuan internal TELKOM ada pada Direktur
Utama atau Direktur Procurement Telkom. Lalu bagaimana modus Arif Yahya
Dir EWS PT. Telkom saat itu melakukan korupsinya? Mari kita bongkar satu
persatu.
Pertama : Arif Yahya sebagai Direktur EWS TIDAK PERNAH
menyampaikan laporan terhadap struktur konsorsium kepada Rapat Direksi
Telkom. Kedua : Direksi Telkom juga tidak pernah mendapatkan laporan
tentang kontrak, aspek legal, keputusan-keputusan dan lain-lain yang
dilakukan konsorsium. Padahal, ada surat BP3TI Kominfo tanggal 9 Januari
2012 dan nota dinas Direktur Compliance & Risk Management (CRM)
Prasetio tanggal 3 Feb 2012.
Kedua surat dan nota dinas tersebut
tidak pernah ditanggapi dan ditindaklanjuti oleh Arif Yahya selaku
Direktur EWS ke Dewan Direksi. Arif Yahya sengaja menyembunyikan kedua
surat tersebut agar tidak diketahui dewan direksi TELKOM agar dia bisa
melakukan penyimpangan.
Pada tanggal 8 Mei 2012 Dirut Telkom
Rinaldi Firmansyah melalui Disposisi kepada Direktur EWS Arif Yahya
untuk meminta tindaklanjut solusi. Disposi Dirut Telkom itu untuk atasi
keterlambatan yang berisiko terhadap pengenaan denda dan sanksi lain
(perdata/pidana) sesuai Perpres 54/2010.
Disposisi Dirut Telkom
itu juga ditembuskan ke Chief Operating Officer (COO), Direktur CRM,
Dirkeu Sudiro Asno dan Komut Jusman S Djamal. Terhadap disposisi Dirut
Telkom itu, TIDAK ADA tanggapan sama sekali apalagi tindak lanjut dari
Direktur EWS Arif Yahya.
Akibat dari penyimpangan yang dilakukan
oleh Arif Yahya tersebut, Arif Yahya dipastikan sudah melanggar hukum
dan melakukan penyalahgunaan wewenang. Arif Yahya selaku Direktur EWS
secara diam-diam tanpa sepengetahuan Dewan Direksi Telkom telah menunjuk
PT. Geosys sebagai rekanan secara melanggar hukum.
PT. Geosys
ditunjuk secara langsung oleh Arif Yahya tanpa adanya syarat-syarat yang
memadai untuk itu dan tanpa melalui prosedur. Penunjukan oleh Arif
Yahya itu adalah diluar kewenangannya. Belakangan diketahui bahwa PT.
Geosys itu adalah milik Arif Yahya sendiri bersama – sama Adiseno cs.
Perjanjian
atau kontrak kerja antara Telkom dengan Geosys ditandatangani Abdus
Somad Arif Vice President EWS Telkom, staf Arif Yahya. Abdus Somad kini
dipromosikan Arif Yahya sebagai Direktur Network PT. Telkomsel sebagai
upah balas jasa membantu Arif Yahya korupsi di Proyek MPLIK atau bisa
jadi sebagai upah jasa tutup mulut terhadap korupsi – korupsi Arif Yahya
di Telkom.
Arif Yahya juga kemudian secara diam-dia telah
melakukan pembayaran kontrak uang muka yang diterima Telkom dari BP3TI
sekitar Rp. 28.5 Milyar kepada PT. Geoysis. PT Telkom menerima total
uang muka dari BP3TI sebesar Rp. 78 miliar, dari nilai kontrak proyek
PLIK/MPLIK Rp. 520 miliar.
Kepemilikan saham PT. Geoysis oleh
Arif Yahya, Budi Suryono dan Adiseno ini memang tidak secara langsung
tapi atas nama orang lain sebagai bonekanya. Setelah menerima uang muka
Rp. 28.5 milyar tadi, PT. Geoysis yang berkewajiban melakukan pengadaan,
karoseri dan sistem dilaporkan BANGKRUT ! Semua yang menjadi kewajiban
PT. Geoysis ini tidak ada yang dipenuhi sama sekali kepada PT. TELKOM.
PT. Geosys ini hanya perusahan abal-abal.
Arif Yahya melapor ke
Dewan Direksi setelah dewan direksi mengetahui penyimpangan/korupsi ini.
Arif Yahya berjanji akan cari solusi. Arif lalu melaporkan adanya upaya
pengambilalihan (takeover) kewajiban PT. Geosys oleh perusahaan lain
yang kemudian diketahui abal – abal juga. Perusahaan abal – abal ini
hanya sekedar proxy atau formalitas belaka. Pekerjaan yang menjadi
tanggung jawab Geosys belakangan diketahui dikerjakan oleh PT Pramindo
Ikat Nusantara / PIN (anak perusahaan Telkom).
Dengan kata lain,
PT. Telkom menutupi korupsi Arif Yahya di Geosys dengan biaya Telkom
sendiri melalui anak perusahaannya. Alex J Sinaga yang membawahi PT.
Pramindo Ikat Nusantara (PIN), mendapat balas jasa dari Arif Yahya
dengan penunjukannya menjadi Direktur Utama PT. Telkomsel, bersama –
sama Abdus Somad Arif yang diberi upah tutup mulut sebagai Direktur
Network PT. Telkomsel.
Khusus mengenai Direktur Utama PT
Telkomsel Alex J Sinaga, dia disebut sering mengambil uang suap langsung
dengan mendatangi pengusaha rekanan Telkomsel, seperti Rudi Antara,
pengusaha mafia rekanan Telkom / Telkomsel yang juga pemilik Bengkel /
Show Room Mobil ‘Andi Arta’ di Jalan Raya Bintaro Nomor 8 Jakarta
Selatan. Di bengkel merangkap kantor inilah Alex J Sinaga, Dirut
Telkomsel rutin mengambil uang suap dari Rudi Antara dalam pecahan dolar
Singapura atau dolar amerika.
Sudah menjadi rahasia umum dan
menjadi kesimpulan komisi I DPR bahwa Proyek MPLIK Telkom – Kominfo jadi
bancakan pejabat TELKOM, BP3TI Kominfo dan PKS. Kehadiran Mahfud Siddiq
sebagai Ketua Komisi I DPR membuat hasil temuan panitia kerja Komisi I
terkait korupsi di BP3TI dan Telkom dikebiri dan tidak diusut tuntas
oleh Kejaksaan Agung.
Korupsi pada proyek MPLIK Rp. 1.4 triliun
yang telah diusut Kejagung tidak jelas juntrungannya. Direktur
Penyidikan Kejagung Syarifudin dan Jampidsus ‘masuk angin’ , diduga
keras sudah mendapat suap dari TELKOM dan BP3TI. Bahkan Santoso Kepala
BP3TI yang sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejagung, masih bebas
berkeliaran di luar dan sekarang sedang menjadi otak rencana korupsi
lebih besar di proyek BP3TI yang akan dikerjakan bersama – sama PT.
Telkom dengan menggunakan anggaran PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak)
dari pungutan PSO – USO terhadap seluruh perusahaan Telekomunikasi di
Indonesia (Telco), yang saat ini sudah mencapai total Rp. 13 triliun.
Uang PNBP di BP3TI Kemen Kominfo inilah yang menjadi target bancakan
korupsi elit PKS, Direksi Telkom dan kroni – kroninya pada tahun ini.
Korupsi
Proyek MPLIK Rp. 1.4 Triliun di BP3TI belum selesai tuntaskan, kini
para mafia dan koruptor sektor telekomunikasi Indonesia mau korupsi
besar – besaran US$ 6 miliar atau hampir Rp. 70 triliun dengan Rp. 13
triliun anggarannya berasal dari PNBP BP3TI Kementerian Kominfo.
Perkembangan Terakhir Pengustan Korupsi MLPIK dan kasus lainnya
Kejaksaan
Agung terlalu lamban mengusut perkara kasus korupsi proyek Mobil Pusat
Layanan Internet Kecamatan (MPLIK) Tahun 2010–2012 senilai Rp1,4 triliun
yang melibatkan PT Telkom Indonesia Tbk sebagai pemenang tender
terbesar. Arief Yahya (sekarang menjabat Dirut Telkom) dan Alex J.
Sinaga (sekarang menjabat Dirut Telkomsel) diduga terlibat kasus ini.
Kejagung
sejauh ini telah menetapkan dua orang tersangka yaitu Doddy Nasiruddin
Ahmad (Direktur PT Multi Data Rencana Prima) dan Santoso (Kepala Balai
Penyedia dan Pengelola Pembiayaan Telekomunikasi dan Informatika
(BPPPTI). Berbagai pihak mendorong Kejagung untuk bertindak lebih tegas
termasuk keterlibatan Arief Yahya yang saat proyek digulirkan menjabat
sebagai Direktur EWS (Enteprise Whole Sale) PT Telkom, Abdus Somad Arif
dan Alex J Sinaga : Tiga Perampok Uang Negara dari Telkom.
Korupsi
proyek IT di PT. Pelindo II senilai 105 milyar. Proyek PT. Telkom dan
PT Pelindo II yang ditujukan untuk migrasi IT Pelindo itu dimark up.
Dari harga semula Rp. 26 Milyar menjadi Rp. 105 M.
Arif Yahya
yang dulu adalah Direktur EWS Telkom melakukan KKN dengan tunjuk dan
subkon kan proyek tersebut kepada PT. Sigma. Penunjukan PT. Sigma
sebagai pelaksana proyek Migrasi Pelindo II tanpa persetujuan dan
sepengetahuan dewan direksi PT. TELKOM. Direktur Utama PT Sigma Riskan
Chandra mendapat upah tutup mulut dengan menjadikannya sebagai Direktur
PT Telkom.
Jika pada proyek MPLIK Kemenkominfo, Arif Yahya
transfer Rp. 28.5 Milyar ke perusahaan bodong PT. Geosys, pada proyek
Pelindo modusnya mark up. Pada proyek migrasi IT Pelindo II tersebut,
selisih mark up sebesar Rp. 79 milyar dibagi-bagi dan dinikmati oleh
Arif Yahya dan direksi PT. Pelindo II. Untuk melanggengkan korupsinya,
Dirut Telkom Arif Yahya dan Dirut PT Pelindo II RJ Lino membentuk anak
perusahan patungan PT Telkom dan PT Pelindo II.
Korupsi PT.
Telkom masih pada proyek pengadaan kabel optik senilai Rp. 5,7 triliun
yang merugikan negara sekitar Rp. 2,3 T. Kerugian negara pada proyek
pengadaan kabel optik PT Telkom itu terkait dengan penentuan harga
tembaga milik Telkom yang hanya 60% dari harga pasar. Padahal harga
tembaga tidak pernah turun dan terus naik selama 10 tahun terakhir ini.
Serta penunjukan PT. INTI sebagai kontraktor pengadaan kabel optik
TELKOM dilakukan secara langsung /non tender.
Korupsi pada proyek
pemasangan jaringan dan perawatan infrastruktur. Proyek itu diserahkan
pada Huawei Indonesia diduga dengan melibatkan Wahyu Sakti Trenggono
seorang petinggi PAN, yang sekarang loncat ke PDIP. Proyek senilai US$
500 juta ini sarat rekayasa dalam proses tendernya dan disebut – sebut
ada suap sebesar US$ 15 juta kepada Menko Perekonomian Hatta Rajasa.
Huawei
sebelumnya telah terlibat di proyek broadband pembangunan serat optik
Ring Mataram-Kupang milik PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM). Dalam
proyek senilai US$ 52 juta tersebut, Huawei bermitra dengan Global
Marine Systems Co.
Korupsi PT. TELKOM pada pengadaan IT di
Kementerian Agama dan modem di Surabaya. Kasus-kasus korupsi PT. TELKOM
ini sangat meresahkan para karyawan TELKOM karena menggangu kinerja
mereka. Apalagi kasus-kasus korupsi PT. TELKOM ini sekarang sedang
diusut oleh Tipikor Bareskrim Polri dan akan segera membidik Dirut
Telkom sebagai tersangka.
Korupsi di PT TELKOM PROPERTY dengan
modus pemotongan gaji seluruh tenaga satpam (security) yang berjumlah
hampir 7,800 orang. Masing – masing satpam yang dioutsurcing di Telkom
dan di anak perusahaan TELKOM itu dipotong gajinya Rp. 1 juta per bulan
atau hampir Rp. 7,8 miliar per bulan atau hampir Rp. 95 miliar per
tahun, untuk jadi setoran upeti ke direksi Telkom dan jadi bancakan
direksi & komisaris PT Tekom Property.
Direktur Utama PT
Telkom Arif Yahya disebut – sebut juga mengutip upeti Rp. 1-3 miliar per
bulan dari seluruh anak perusahan Telkom yang belasan jumlahnya itu.
Rinto Dwi Hartomo Corporate Secretary PT Telkom diduga keras sebagai
kaki tangan Arif Yahya dalam mengutip setoran upeti puluhan miliar per
bulan dari anak perusahaan Telkom untuk Direktur Utama PT. Telkom Arif
Yahya.
Zorupsi Terbesar PT. Telkom Tbk
Korupsi terbesar PT
Telkom adalah pada proyek pengadaan Indonesia Digital Network (IDN)
atau broadband acces yang digagas Telkom telah menyerap anggaran sekitar
Rp 20 triliun dan diperkirakan mencapai Rp. 70 trliun sampai tahun
2019. IDN merupakan visi pengembangan infrastruktur true broadband
Telkom secara end to end (user terminal, akses, transport dan service)
yang akan dicapai melalui pembangunan tiga infrastruktur utama, yakni
Indonesia Digitas Access (ID Access), Indonesia Digital Ring (ID Ring)
dan Indonesia Digital Convergence (ID Convergence). Dimana korupsinya ?
Proyek
IDN ini dipastikan akan mubazir alias tidak terpakai karena di saat
Telkom melakukan proyek ini, anak perusahaannya Telkomsel juga melakukan
proyek yang sama yakni migrasi 2G menjadi 3G dan 4G. Kenapa mubazir
atau idle ? Karena proyek IDN yang dilakukan telkom tersebut awalnya
dimaksudkan untuk digunakan oleh Telkomsel yang memang berbasis
nirkabel. Jika Telkom dan Telkomsel mengerjakan satu proyek dengan
kegunaan yang sama, sementara pengguna atau konsumen produk tersebut
adalah Telkomsel, maka pada kedua proyek tersebut IDN dan Migrasi 2G ke
4G telah terjadi duplikasi yang mengakibatkan pemborosan uang negara
sekitar Rp. 20 triliun !
DPR harus mengusut dugaan korupsi luar
biasa di Telkom dan Telkomsel ini, dan BPK harus melakukan audit
investigasi. Tapi jangan dilakukan oleh BPK di bawah pimmpinan BPK
Barullah Akbar yang nyata – nyata rutin terima suap dari Telkom –
Telkomsel.
0 comments:
Post a Comment