Ketika mendengar bahwa Singapore Telecommunications Limited (SingTel) diduga kuat terlibat dalam kasus penyadapan terhadap sejumlah pejabat Indonesia, banyak orang Indonesia kaget. Sebab, bukan apa-apa, SingTel itu pemilik 35% saham di PT Telekomunikasi Seluler (Telkomsel). Jadi, wajar saja kalau banyak orang Indonesia bertanya-tanya, ada apa di balik keterlibatan SingTel dalam penyadapan itu?
SingTel adalah perusahaan telekomunikasi asal Singapura. Dia juga anak usaha dari Temasek Holdings Pte, konglomerasi milik Pemerintah Singapura. Di awal tahun 2000, ketika saham Telkomsel ditawarkan kepada asing, Temasek melalui SingTel adalah satu-satunya investor yang paling getol memburu saham anak usaha PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom) ini.
Usahanya tak sia-sia. Semula mereka mengempit 22,3%, kemudian April 2001menambah kepemilikan sahamnya menjadi 35% dengan menyuntikkan dana tambahan investasi senilai US$ 429 juta. Penambahan ini sekaligus meningkatkan total investasi SingTel pada Telkomsel menjadi US$ 1,031 miliar dan merupakan investasi terbesar perusahaan Singapura di Indonesia.
Setahun sebelumnya, Temasek berhasil membeli 41,49% saham Pemerintah Indonesia di PT Indosat Tbk senilai Rp 5,62 triliun (Rp 12.950 per saham). Saham ini dibeli oleh Asia Mobile Holding Pte Ltd, anak usaha Singapore Technologies Telemedia Pte Ltd (STT), yang menjadi bagian Temasek.
Namun, pada bulan Juni 2008, Temasek menjual 40,8% sahamnya di Indosat kepada Qatar Telecom (Qtel) senilai US$ 1,8 miliar atau Rp 16,8 triliun (dengan kurs Rp 9.300 saat itu). Lewat transaksi ini, Temasek menangguk untung hampir tiga lipat.
Bagaimana saham mereka di Telkomsel? Temasek atau SingTel tak ingin melepasnya. Betul, kalau dilihat dari untung rugi, SingTel tak ingin melego 35% sahamnya di Telkomsel. Maklum saja, setiap tahun perusahaan ini memberikan keuntungan yang sangat besar. Sepanjang Januari-September 2013, Telkomsel memberi kontribusi pendapatan sebesar Rp 43,99 triliun, atau 72% dari total omzet Telkom sebesar Rp 61,5 triliun. Pendapatan Telkomsel itu naik 10,4% dibandingkan dengan pendapatan Januari-September 2012 yang mencapai Rp39,86 triliun.
Naiknya pendapatan Telkomsel tak lepas dari jumlah pelanggan yang terus meningkat. Populasi pelanggan Telkomsel per 30 September 2013 mencapai 127,9 juta nomor atau naik 5,3% dari populasi pelanggan per 30 September 2012. Selain itu, pelanggan data Telkomsel mencapai 55,3 juta nomor atau meningkat 9,4%.
Inikah yang membuat SingTel enggan melepas sahamnya di Telkomsel? Entahlah. Memang, sejak lama, Telkom ingin sekali menguasai penuh saham Telkomsel. Pada Maret 2008, Direktur Utama Telkom (saat itu) Rinaldi Firmansyah, bahkan menegaskan perusahaannya sudah siap membeli kembali saham Telkomsel milik SingTel itu.
Setelah masa Rinaldi, manajemen Telkom kabarnya sempat membentuk tim internal untuk membeli kembali 35% saham SingTel. Tapi upaya ini pun gagal, karena perusahaan Singapura itu tetap keukeh tak ingin menjual.
Apakah keputusan SingTel ini hanya semata-mata pertimbangan bisnis? Sekali lagi entahlah. Yang jelas, kepemilikan asing pada sektor telekomunikasi sangat berbahaya. Negara bisa jadi tidak berdaulat. (
0 comments:
Post a Comment