Penetapan Udar Pristono sebagai tersangka -yang kemudian diikuti oleh
penahanan oleh Kejaksaan Agung (Kejagung)- pada kasus pengadaan bus
Transjakarta dan Bus Kota Terintegrasi Busway (BKTB) menjadi
keprihatinan banyak kalangan.
Dalam sebuah kesempatan, Ahmad
Syafrudin, Koordinator Traffic Demand Management (TDM), mengatakan kasus
tersebut tidak lepas dari kebijakan hulu - dalam hal ini Jokowi-Ahok.
Ahmad
menegaskan, dokumen pengadaan barang dan jasa yang bernilai di atas Rp 1
triliun pasti diketahui Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo dan Wakil
Gubernur DKI Jakarta Ahok.
"Tidak mungkin proses tender sebesar itu tidak diketahui gubernur dan wakil gubernur," kata Ahmad.
Terlebih
lagi, pengadaan bus Transjakarta dan BKTB sebagai salah satu program
unggulan ibu kota seharusnya mendapat pengawasan intensif dari pimpinan
daerah.
"Apabila ada tim pengawas maupun gubernur dan wakil
gubernur yang mengawasi proses pengadaan bus, mulai dari kegiatan lelang
tender, maka tidak akan ada komponen bus yang berkarat", tegas Ahmad.
Ahmad
menengarai Jokowi-Basuki sengaja melakukan pembiaran proses tender
berjalan begitu saja. Dengan itu, maka ada pembiaran terjadinya
pelanggaran hukum. Dengan kata lain, Udar dijebak Jokowi.
Jokowi
mentargetkan Udar untuk melakukan pengadaan bus dengan jumlah fantastis
dalam waktu singkat. Dalam waktu setahun, Jokowi-Ahok menargetkan
pengadaan Transjakarta hingga 1.000 unit dan BKTB 3.000 unit.
Dalam keadaan yang terdesak itu, proses pengadaan bus jadi tidak sempurna dan terjadi penyalahgunaan anggaran.
Ahmad
menegaskan, anggaran pengadaan bus itu, mencapai 2 persen dari total Rp
50,1 triliun. APBD DKI 2013, atau sebesar 1 triliun.
Ahmad kemudian menghimbau Kejagung dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menyidik lebih dalam kasus tersebut.
"Saya harap Kejagung dan KPK menyidik lebih dalam", ujar Ahmad Jakarta, Minggu, 30 Maret 2014.
Hal senada disampaikan Direktur Investigasi dan Advokasi Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA), Uchok Sky Khadafi.
Uchok menilai kasus korupsi yang nilainya lebih dari Rp 1 triliun tidak mungkin hanya dilakukan pejabat eselon III.
Pihak
agen tunggal pemegang merek (ATPM) dan makelar proyek yang sebelumnya
mengaku sebagai tim sukses Jokowi juga harus diperiksa. Bahkan, Uchok
menyebut Udar sebagai "boneka" saja.
"Bukan mereka yang mendesain
korupsi, malah cuma jadi kambing hitam saja. Kalau Kejagung hanya
menetapkan mereka bedua sebagai tersangka, ada kesan seolah-olah
Kejagung bermain mata dan melepas kasus itu," kata pria yang pernah
menggugat dana blusukan Jokowi dan membuat Ahok berang.
Uchok
mengatakan akan menunggu hasil penyidikan KPK. Sebab, kasus yang selama
ini ditangani oleh Kejagung, banyak intervensi politiknya. Kasus ini
mestinya tidak hanya berhenti di Dinas Perhubungan DKI saja karena
pengadaan ribuan bus itu telah dirancang di DPRD DKI, bersama satuan
kerja perangkat daerah (SKPD) terkait, serta para pengusaha.
Bagaimana nasib Udar sekarang?
Kepala
Badan Kepegawaian Daerah DKI Jakarta I Made Karmayoga mengatakan Udar
masih berstatus sebagai pegawai negeri sipil hingga ada putusan
inkracht. Artinya, Udar masih memperoleh 75 persen dari gaji pokok.
Made
menuturkan, Udar tak bisa mendapatkan bantuan hukum lantaran belum ada
peraturan turunan dari Undang-Undang Aparatur Sipil Negara yang mengatur
teknis pelaksanaannya.
Made menambahkan, dalam undang-undang tersebut, bantuan hukum tak bisa diberikan bagi pegawai yang terjerat kasus pidana.
"Tidak ada celah untuk berikan bantuan hukum bagi kasus pidana," kata Mad
0 comments:
Post a Comment